Matasanos.org – Beberapa waktu lalu tarif wisata ke Komodo menjadi bahan perbincangan, Dedi Mulyadi selaku Wakil Ketua DPR RI menilai kebijakan pemerintah memberlakukan kenaikan tarif wisata Taman Nasional Pulau Komodo jadi Rp 15 juta per paket atau Rp 3,75 juta berlebihan dan akan menurunkan jumlah wisatawan. Menurutnya, mayoritas masyarakat menolak hal tersebut. “Kekhawatiran orang tersebut setelah ada tarif tersebut maka jumlah wisatawan menurun dan kemudian taman komodo itu menjadi taman eksklusif yang dikuasai oleh korporasi tertentu. Maka dikhawatirkan mematikan industri pariwisata yang dikelola secara tersebar oleh pengusaha kecil dan lokal” ucap Dedi.
Hal tersebut diungkapkan Kang Dedi ketika memimpin rapat dengar pendapat dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terkait pengelolaan wisata alam di Taman Nasional Komodo. Ia pun mempertanyakan rencana pemerintah menerapkan paket senilai Rp 15 juta, jika nantinya masyarakat tidak ingin menggunakan jasa wisata yang sudah ditentukan, Dedi meminta pemerintah harus bisa menjelaskan rincian hingga perizinan. “Itu Rp 15 juta apakah paket itu satu-satunya paket yang dapat dipilih atau tidak?” tanya Dedi. Baginya sejumlah kebijakan pemerintah yang tidak tepat kembali diingatkan melalui polemik ini.
Adapun beberapa kebijakan yang tidak tepat, yaitu hilangnya areal hutan yang diserahkan ke swasta sehingga ada kaum tergusur dan kehidupannya menjadi mati, contohnya masyarakat adat yang ada di Kalimantan dan Sumatera. Selain itu, diketahui juga ada polemik mengenai hewan yang dilindungi di berbagai daerah, seperti di Lampung dimana ada banyak gajah yang masuk ke pemukiman warga karena kelaparan dan rusaknya area hutan. Dalam hal ini, swasta memiliki peran besar dalam mengalih fungsikan hutan. “Begitu juga di Jawa Barat ada macan tutul mau punah karena berebut lahan dengan warga”.
“Macan tutul turun makan kambing kemudian macan di bunuh warga” lanjut penjelasannya. Di sisi lain Dedi juga menilai pemerintah banyak menyekolahkan birokrat. Namun tak jarang pengelolaan strategis malah diberikan pada pihak swasta, ia menganggap kewenangan yang diberikan pada birokrasi akan berdampak pada sejumlah pemeriksaan yang berkaitan juga dengan sektor hukum. “Ini kelucuan di negeri ini” ucapnya, Dedi meminta pemerintah harus memiliki kesedaran dalam upaya sistematik, jangan sampai dengan adanya rencana kenaikan tarif wisata ke Komodo ini membuat perekonomian masyarakat lokal menurun.
Menurutnya kebijakan paket ini sebaiknya dievaluasi terlebih dahulu jika menjadikan identitas komodo sebagai wisata ‘orang kaya’ dan mematikan ekonomi lokal. “Kalau ternyata paket itu mengubah brand menjadi milik orang kaya, komodo itu seolah-olah tidak bisa hidup tanpa paket yang Rp 15 juta dan membuat warga sekitar jadi kehilangan lingkup ekonomi yang besar, lebih baik evaluasi saja jangan diberlakukan. Jangan sampai suatu saat kita ini jadi gagal melakukan pengelolaan di lingkungan kita” ucap Kang Dedi. Ia berharap ada tindakan yang lebih nyata setelah rapat sehingga masyarakat merasa gelisah pada berbagai polemik komodo tidak terjadi.
“Setelah ini kita tindak lanjuti dengan langkah yang lebih nyata sehingga kegelisahan masyarakat mengenai peningkatan tarif paket wisata khusus untuk komodo yang diprediksi akan mematikan seluruh potensi lokal dapat dilakukan dengan baik dan tidak terjadi” ucap Dedi. Di samping kabar kenaikan tarif wisata ke Taman Nasional Komodo yang membuat netizen protes, sebelumnya Candi Borobudur juga direncanakan akan mengalami kenaikan tarif. Karena hal tersebut pemerintah dinilai tidak melakukan sosialisasi dan kajian yang cukup mendalam mengenai penerapan tarif baru yang membuat arus penolakan semakin kuat.
Akhirnya kebijakan maju mundur seperti ini membuat dunia wisata Indonesia kalah selangkah dibandingkan negara di kawasan Asia Tenggara. Menparekraf Sandiaga Uno mengatakan dalam 5 bukan ke depan setelah adanya pengumuman penundaan kenaikan tiket masuk Taman Nasional Komodo Rp 3,750 juta oleh Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur. Mengenai kabar tarif wisata ke Komodo, pemerintah akan meningkatkan komunikasi dengan pelaku usaha pariwisata Labuan Bajo dalam upaya untuk mencarikan solusi terbaik yang menguntungkan bagi berbagai pihak. Semoga ada kabar baik dari pemerintah mengenai polemik ini.